Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2017

Teruntuk

Dulu pernah, Kita adalah rindu-rindu yang mengumpul pada suatu rasa yang persis. Sekarang terjadi, Kita menjadi rindu-rindu yang hanya sebatas imajinasi dalam keepulan asap. Dulu pernah, Kita adalah reraga yang saling ada ketika salah satu sedang menangis. Sekarang terjadi, Kita menjadi reraga yang saling bersembunyi dalam gelap. Dulu pernah, Kita adalah jiwa-jiwa yang saling menyebutkan nama dalam doa tersusun manis. Sekarang terjadi, Kita menjadi jiwa-jiwa yang saling terdiam dan bersembunyi dalam harap. Dulu pernah, Kita adalah insan-insan yang mencoba agar hati dan lisan tetap segaris. Sekarang terjadi, Kita menjadi insan-insan saling menjauh dalam langkah dan derap. Teruntuk kamu, terimakasih untuk semua kisah manis walau ditutup oleh perpisahan penuh tangis. Tetiba saja, kamu pergi tanpa alasan hanya dengan memberi sedikit penjelasan. Tak ada satupun pesan-pesanku yang kamu baca. Atau mungkin aku kembali menjadi pria mencoba selalu ada, te...

Drama

Setiap kisah selalu memiliki pemeran didalamnya. Sertiap pemeran selalu memiliki naskah didalamnya. Setiap naskah selalu memiliki dialog didalamnya. Setiap dialog selalu memiliki pertanyaan didalamnya. Kamu adalah pemeran wanita utama dalam kisah-kisah cinta lara yang cacat ini. Kamu adalah naskah-naskah yang tak pernah mampu  aku baca arah ceritanya. Kamu adalah dialog-dialog pendiam yang gemar berpura-pura bisu setiap kita berjumpa pada ucap. Kamu adalah segumpal pertanyaan-pertanyaan yang belum sempat dijawab oleh semesta. Apa kau menikmati peranmu? Aku menikmati peran dimana aku menjadi pria bodoh yang merasa paling cerdas ketika aku mencintaimu. Apa kau menikmati naskahmu? Aku menikmati naskah dimana aku hanya menjadi remah-remah cerita antara dia dan dirimu. Apa kau menikmati dialogmu? Aku menikmati dialog dimana setiap kata yang terucap tak pernah kau jawab. Apa kau menikmati pertanyaanmu? Aku menikmati pertanyaan..... Ah, sial. Aku lupa. K...

Antariksa

Ketika senja berakhir, lelampu mulai dinyalakankan. Sejenak logika berfikir, dimana rasa sekarang harus ditempatkan. Selepas kepergianmu kemarin, rindu ini tak punya tuan. Bingung melanda soal dimana dan kemana rerindu ini aku haturkan. Kamu masih menjadi satu-satunya gravitasi kemana seluruh kangen jatuh. Kamu masih menjadi satu-satunya dunia dimana perasaan ini mengorbit. Terlalu jenaka jikalau kau meninggalkanku hanya karena masalah kecocokan zodiak. Bertemu dengan perpisahan hanya karena kumpulan rasi bintang? Ini bukan tentang rasi bintang. Lihatlah aku yang begitu keras berjuang. Hai, rembulan. Aku merindunya. Hai, kamu. Aku merindumu. Jikalau aku terlalu senonoh karena tak izin dalam menyimpan rindu, maafkan. Rinduku sangat sulit dibendung . Karena, kamu belum terganti. Tak ada lagi pemain cadangan yang mampu berperan menjadi pemain pengganti dirimu di lapangan hatiku Semoga semesta menyayangimu. Randu

Kemangi

Sepi-sepi-ramai di warung pecel lele. Malam ini aku tengah dirundung perasaan gundah. Dilingkupi penuh oleh perasaan gelisah. Ah, melihat jajaran komentar di postingan terakhirmu membuat aku sedikit gentar. Bukan apa, aku hanya pengagum mu lewat doa. Sedangkan dia begitu dekat denganmu. Aku bisa apa? Kemarin saja aku lumayan terluka, ketika kamu mengunggah foto beradegan hidungmu tengah di cubit oleh dia. Padahal se-jam sebelumnya kau bercerita bahwa ia baru saja menorehkan luka. Ah, setidaknya aku yang paling pertama memelukmu ketika kau terluka. Walaupun, aku hanya berperan sebagai daun kemangi yang tersaji dalam piring pecel lele. Ya, sering terlewatkan. Banyak tanya dalam benak, perihal raga yang enggan bertindak. Hai, senja.Kenapa engkau tak lagi jingga? Hai, rasa. Kenapa engkau tak lagi sama? Pergi atau terluka? Maaf. Aku lebih suka diaggap bodoh ketimbang melepaskah calon jodoh. Aku enggan pergi darimu, kamu saja yang pergi. Toh, aku sangat menik...

Newton

Hukum Newton mengatakan; "Sebuah benda yang sendang diam akan tetap diam kecuali ada resultan gaya yang tidak nol bekerja padanya" Hai wanita, ketahuilah. Bahwasanya kami, kaum pria tak mampu untuk menulak resultan yang mungkin saja tak sengaja kalian buat kepada kami. Kumpulan-kumpulan dorongan yang membuat hati kami kudu bergeser ke lain rasa. Mulai dari, senyuman, perhatian, atau ketika kalian meminjam sejenak telinga kami untuk sekedar menjadi pendengar setia. Ketahuilah, kami ini kaum yang lemah. Jadi jangan seakan-akan mempersilahkan walau hanya sekedar memberi arah. Bahkan, ketika kalian menanyakan "Sudah makan?" ketahuilah, wahai kaum wanita. Menahan baper itu diluar kemampuan kami. Hidup merdeka untuk para pecandu luka. Lekas bahagia bagi mereka yang masih meratapi lara. Salam sesama pejuang! Semoga semesta menyayangimu. Randu

Senandika

Mendung tak melulu soal hujan. Satu hal yang aku sadari dari kata-kata diatas yaitu, tidak semua senja selalu jingga. Semisal, perhatian. Tidak semua perhatian menunjukan perasaan. Dan tidak semua perasaan ditunjukan dengan perhatian. Aku terlalu mudah mencinta, jadilah aku yang mudah terluka. Aku terlalu mudah terluka, jadilah aku yang mudah berduka. Aku terlalu mudah berduka, jadilah aku yang mudah lupa. Aku terlalu mudah lupa, jadilah aku yang lupa caranya bahagia. Jadilah manusia yang bahagia. Tanpa merenggut bahagia manusia lainya. Jadilah manusia yang jarang bersedih. Tanpa membuat manusia lain bersedih. Jadilah matahari yang baik, menyinari tanpa pandang bulu. menyinari dari yang terbaik, hingga yang terburuk. Dan, sedikit bersabarlah jika cerah masih tertutup sedikit mendung. Ini bukan puisi, ini nasihat untuk diri sendiri. Semoga semesta menyayangimu~ Randu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Dengan kata yang tak sempat diucapkan api kepada kayu yang menjadikanya abu. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikanya tiada. Sapardi Djoko Damono

Bersawala

Rerintik hujan turun lagi, membasahi kembali kering rindu yang lama sudah tak kamu sambangi. Aku tengah bersenandika, soal bagaimana perkara cinta kita. soal bagaimana kisah ini harus berlanjut, ataukah berakhir pada kondisi hati yang carut-marut. Tanggal jadian kita masih terlingkari jelas pada almanak yang tertempel pada dinding. Tapi kini tak ada satupun pesan atau telepon darimu yang membuat gadgetku berdering. Ketaksaan hubungan kita membuat aku semakin sulit mendefinisikan sikapmu akhir-akhir ini. Entahlah, kamu lebih gampang marah. Hai, cinta. Kenapa kamu berubah? Apa ada yang salah? Kumohon, katakan. Jangan tetiba begitu. Tahukah kamu, betapa sulitnya menahan dan mendiamkan kalbu dan logika yang bersawala. Dan lagi, aku tak berani mengungkapkanya. sama seperti ketika aku dengan diam-diam menyukaimu. Haruskah aku mengataknya? Ataukah cukup hanya dengan berucap pada dian-dian kota yang gemerlap? Sosokmu yang terlihat nirmala ternyata mampu menggoreskan begitu...