Postingan

Sejenak

Hari minggu cerah, dirumah orang tua Randu. Randu sedang bercermin sembari mengancingkan busana muslim warna hitamnya. Mengacak-acak rambutnya, dia berfikir bahwa dia terlihat lebih keren jika rambutnya acak-acakan. Setelah selesai, Randu mengeluarkan map berkas berisi surat-surat dan soal-soal ujian dari tas sekolahnya. Dicarinya sesuatu, dia menemukanya. Diambilnya selembar diantara lembaran kertas itu. Ternyata surat panggilan orang tua. Randu membacanya kembali, dengan seksama. Dibawanya kertas itu keluar dari kamarnya. Berjalan berlalu keluar rumah, kemudian membuka pintu rumah. Berjalan cukup jauh. Berjalan ke tempat yang jarang dikunjungi orang lain, tapi randu begitu sering mengunjungi tempat itu. Ketika orang lain menghindari tempat itu, randu begitu senang datang kesitu. Sampailah Randu pada tempat yang ia tuju. Randu terduduk diatas batu, menunjukan surat itu pada Ayah, Ibu, dan adiknya. “Yah, Bun. Maaf, Aa dapet surat teguran lagi dari sekolah. Kemarin Bu Lili dibikin nangi...

Dengan

Hai, kamu. Tadi sore kita gagal untuk pulang bersama. Entah kenapa aku merasa sedikit kecewa. Entahlah, kebohonganmu yang tadi sedikit membuat hatiku lecet. Tapi tenanglah, aku tak apa. Lagi pula, jika kau mengetahui apa yang aku rasa, apa pedulimu? Tak ada kan? Ah, sudahlah. Jangan lupa bahagia. Salam, Randu.

Terluka

Siang sejuk ramai manusia. Randu tengah berbahagia, karena nanti sore dia dijanjikan oleh Rinjani untuk pulang bersama. Dia tak henti senyum-senyum sendiri, kegirangan yang bukan main. Bahkan ia tidak bisa fokus pada pelajaran yang tengah ia geluti. ~ Waktu berganti sore, waktu itupun datang. Randu menghampiri Rinjani yang duduk bersama kawan- kawannya di saung bambu yang disediakan di dekat gerbang sekolah. “Jadi?” Tanya Randu kepada Rinjani. “Maaf, kak. Gak bisa kak, aku dijemput mama. Lain kali deh, kita pulang bareng.” Jawab Rinjani singkat, namun membuat sesuatu yang sakit didalam dadanya. Sesak. “Gapapa kan?” Lanjut Rinjani memastikan bahwa Randu baik- baik saja. “Aelaaah. Santai ae sih. Ahaha” Randu tertawa, seperti tak ada apa-apa. Tak bisa dipungkiri bahwa randu cukup kecewa. Tapi Randu tetap tersenyum pada Rinjani. Karena tersenyum itu seperti memakai plester luka. Lukanya tertutupi, tapi perihnya masih terasa. Begitulah tersenyum. “Yaudah, kakak pulang duluan yak. Kamu hati-...

Teman

Jika gelap adalah ketiadaan cahaya, Maka ketiadaan teman adalah resah. Langkahmu akan berat, masih beruntung jika tidak tersesat. Teman bukan hanya seseorang yang menemanimu dikala menikmati secangkir kopi. Tapi teman adalah orang yang akan membimbingmu mendekat untuk meraih mimpi. Tapi ketika ada perpisahan, janganlah bersedih. Karena, sebuah ikatan persahabatan takkan renggang oleh jarak. Dan takkan terpisah oleh jauh. Hai sobat, kutunggu kabar suksesmu. Salam, Randu.

Terpisah

Siang disekolah yang hangat kelewatan hangatnya. Randu sedang duduk-duduk santai sambil bermain gitar mengiringi kawan kawanya bernyanyi dibawah pohon beringin di pojok samping lapangan. “AYOO BANGUUUN DUNIA DIDALAM PERBEDAAN. JIKA SATU TAMBAH SATU SAMA DENGAN DU-A!!!!!!” Mereka tertawa. Mereka bernyanyi. Berbahagia. Randu memang sudah terbiasa menjadi pemain musik pengiring Padus bandana (Paduan Suara Badan Bau Kemana-mana). Mereka tak ada lelahnya dalam bernyanyi. Randu yang berposisi sebagai pemain gitar berdiri membelakangi lapangan, sedangkan kawan- kawanya duduk-duduk menghadap ke lapangan. Seperti konser. Yang bisa menghentikan mereka? Bel masuk kelas, atau teriakan Pak Una sang Kesiswaan yang sangat ditakuti atau jepretan kamera paparazi sakti milik Pak Muslim sang Kepala program keahlian jurusan Rekayasa Perangkat Lunak. Sebetulnya Pak Una tak perlu bereriak. Ketika mereka mendengar suara deheman tenggorokan Pak Una saja sudah cukup untuk membuat mereka kocar-kacir bersih mela...

Mendung

Hai, kamu. Terimakasih, untuk jalan santainya. Dan sedikit obrolan senja ditengah hujan tadi. Tadi itu yang kedua yah? Semoga itu bukan yang terakhir. Ternyata benar, mendung tak melulu soal hujan. Karena abu-abu bisa saja berasa jingga. Asalkan sama kamu. Haha. Bukan, bukan. Asalkan kita pandai bersyukur, semuanya akan terasa lebih asyik. Seperti kata mbah sudjiwo tedjo, Tuhan itu maha asyik : ) Salam, Randu.

Bertemu

Senja abu-abu dengan rintik hujan. Randu berjalan menuruni tangga lantai tiga yang sedikit becek kena tempias hujan. Harinya cukup buruk. Orang tuanya tak bisa datang ke sekolah. Randu hanya punya nenek seorang yang tinggal bersamanya. Randu sudah 1 tahun tidak lagi tinggal dengan Ayah, Ibu dan Adiknya. Berlalu menuju arah meja piket, Mencari Pak Una yang menunggu orang tua Randu. “Pak, maaf. Nenek saya enggak bisa kesekolah. Saya enggak tega.” “Ndu, maaf Na’. Bapak lupa” “Eh. Iya, Pak. Tak apa. Hehehe. Saya pamit ke kelas lagi, Pak.” Setelah mencium tangan gurunya itu, Randu berlalu pergi menuju ke koridor lantai satu. Berjalan dengan wajah yang sedikit ditundukan. Sepertinya Randu bersedih. “Ih, Si itu. . . .” Melihat wajah yang sudah 4 hari ia cari-cari. Memang agak sulit untuk menemukan 1 orang di tengah 1700-an lebih manusia. Randu merangsak mendekati gadis yang ia cari-cari semenjak kemarin. “Hai. Hehe. Nungguin kakak yak?” Sapa Randu pendek dengan tetiba ada disamping gadis itu,...

Buruk

Hari ini hari yang buruk. Hai kamu, gadis ditengah hujan kemarin. Dunia mulai tak adil padaku. Bolehkah aku bersembunyi dipelukanmu? Randu.

Tersisih

Siang panas sehabis dzuhur. Randu tertidur dalam duduknya, berkasurkan bangku dan berbantalkan meja belajar. Dia nampak kelelahan karena semalaman suntuk harus mengisi ratusan soal-soal yang berserakan di modul matematikanya. ‘Ctakkk’ Benda keras menyentuh kepala Randu yang tengah pulas tertidur. Untungnya penghapus itu terbuat dari plastik. Randu hanya kaget, hingga terbangun. “Randu! Kamu, malah tidur.” Nadanya tinggi. “Maaf, bu. Saya mengantuk. Semalam saya bergadang.” Randu melakukan justifikasi. “Bergadang untuk apa kamu?! Nongkrong? kerjaanya nongkrong mulu. mau naik kelas gak?!” Nadanya penuh amarah. “Saya habis mengerjakan semua tugas yang diberikan ibu. Lihat bu.” Ucap Randu sembari menunjukan modul matematika dengan soal yang sudah terisi semua. Plus rumus dan caranya. Nada ibu yang belum menjadi ibu itu semakin meninggi. “Kalau kamu gak mau belajar dikelas saya, tak apa. Silahkan keluar!!” Randu jengah mendengar kalimat itu. Merasa dipermalukan dihadapan teman sekelasnya, di...

Awal

Hujan yang deras, tak selalu membawa cemas. Hujan rerintik juga tak akan membuat panik. Hujan petir tak selamanya tentang getir. Hujan badai juga tak selamanya membuat hancur hal yang tengah kau andai-andai. Buktinya, hujan pagi tadi menjadi perantara tuhan untuk mempertemukanku dengan kawan baru. Bersiap membuat kisah manis yang mungkin akan tertulis dengan haru. Perihal ada beberapa hal sedih pada saat hujan, percayalah bahwa kesedihan akan selalu mampu kau lewatkan. Oiya. Teruntuk kamu, terimakasih. Sepayung yang tadi cukup membekas, Hingga membuat kesan yag berkelas. Haha~ Semoga semesta menyayangimu. Salam, Randu.