Bertemu

Senja abu-abu dengan rintik hujan.
Randu berjalan menuruni tangga lantai tiga yang
sedikit becek kena tempias hujan. Harinya cukup buruk.
Orang tuanya tak bisa datang ke sekolah. Randu hanya
punya nenek seorang yang tinggal bersamanya. Randu
sudah 1 tahun tidak lagi tinggal dengan Ayah, Ibu dan
Adiknya.
Berlalu menuju arah meja piket, Mencari Pak
Una yang menunggu orang tua Randu.
“Pak, maaf. Nenek saya enggak bisa kesekolah.
Saya enggak tega.”
“Ndu, maaf Na’. Bapak lupa”
“Eh. Iya, Pak. Tak apa. Hehehe. Saya pamit ke
kelas lagi, Pak.”
Setelah mencium tangan gurunya itu, Randu
berlalu pergi menuju ke koridor lantai satu. Berjalan
dengan wajah yang sedikit ditundukan. Sepertinya
Randu bersedih.
“Ih, Si itu. . . .”
Melihat wajah yang sudah 4 hari ia cari-cari.
Memang agak sulit untuk menemukan 1 orang di tengah
1700-an lebih manusia. Randu merangsak mendekati
gadis yang ia cari-cari semenjak kemarin.
“Hai. Hehe. Nungguin kakak yak?”
Sapa Randu pendek dengan tetiba ada disamping
gadis itu, cengar-cengir tak jelas.

“Idih. Aku nunggu hujan reda kak. Aku gak bawa
payung. Kakak bawa?”
“Yaelah, nungguin reda. Wajar sih. anak zaman
sekarang mah begitu, lebih takut sama hujan daripada
sama orang tua sendiri. Hahaha”
Yang diucapkan Randu tidak salah.
“Hahaha. iya, kak. Bener juga. Tapi aku bukan
takut hujan. Aku takut basah.”
Dia menimpali ucapan Randu.
“Basah bisa kering. Kenangan gak bisa dibeli.
Karena setiap hujan, dalam setiap tetesnya selalu
membawa kenangan yang akan sulit untuk dilupakan.
Haha”
Jawab Randu sembari menirukan sastrawan-
sastrawan kondang membacakan puisi. Bertingkah sok
keren.
“Sok bijak deuh. Hahaha.”
Gadis itu menimpali kata mutiara Randu yang
sok nyeni.
“Ih. Kakak bawa payung gak? Dari tadi gak
dijawab.”
Lanjutnya, nadanya sedikit merajuk.
“Bawa. Nih.”
Mengeluarkan jaket jeans lusuh yang tadi pagi
kena hujan juga.
“Itu jaket kak. Aku gak ngajakin bercanda.”
“Emang kakak ngajakin bercanda? Iam serious.
Nih, ini payungya. Ini gagang payungnya.”

Randu menjelaskan dengan menunjukan jaket
dan kedua tanganya.
“Dan, cara pakainya gini . .”
Tangan kiri dan kanan Randu memegang ujung-
ujung jaket jeans lusuhnya. Tangan kirinya sedikit agak
jauh, melewati bahu kenalan barunya itu. Begitu pula
jaket jeansnya. Berada tepat diatas kepala mereka
berdua, untuk melindungi kepala mereka dari basahnya
air hujan.
“Ayok. Lari”
Seperti terhipnotis, gadis itupun ikut berlari
mesra bersama Randu. Seperti di film-film india, fikir
Randu.
Randu dan kenalan barunya berlari melewati
hujan yang cukup deras. Melewati bangunan-bangunan
yang atapnya dijadikan tempat berteduh untuk siswa dan
siswi yang mungkin menunggu jemputan atau sekedar
berdiam sejenak menunggu hujan reda. Waktu terasa
melambat, tapi berakhir begitu cepat.
“Eh. aku belum tahu siapa nama kamu. Aku
Randu.”
Randu mengajak kenalan.
“Memang dengan tahu namaku akan merubah
hidup kakak? Hahahaha”
Ucap kawan baru Randu, menirukan ke-sok
puitisan randu yang tadi.
“Hahaha. Sial, kamu lucuk.”

Randu, tertawa panjang sembari terus berlari
berdua. Kata yang diucapkan sungguh sederhana, tapi
akan menjadi salah sangka kalau terlalu dibawa
perasaan.
“Kakak memang suka bikin puisi begitu yak?
Kemarin aku sempat lihat di mading sastra sekolah”
Ucapnya kepada Randu.
“Eh, tadi apa? Nama aku yah? Aku Rinjani.
Administrasi Perkantoran tingkat 10. APK X-2. Kakak
jurusan apa?”
Jadi namanya Rinjani.
Obrolan terasa hangat ditengah hujan yang
dingin. Gadis yang ternyata bernama Rinjani itu ramah.
Lebih ramah dari yang Randu fikirkan. Mereka tak lagi
berlari semenjak terlibat obrolan panjang perihal
perkenalan.
“Kamu nyaman pindah kesini? Disini kan aturan
sekolahnya ketat.”
Randu terus menanyai Rinjani. Agak sedikit
tumben kalau Randu bisa berbicara lancar dengan
wanita.
“Soal betah yah? Hmmm. Kalau betah, bakalan
aku bikin tambah betah. Kalau gak betah, aku betah-
betahin. Hehe. Mau gimana lagi kak, pilihan orang tua.
Aku kudu nurut.”
Randu tertegun. Bertanya pada dirinya sendiri,
kenapa tak mau menuruti setiap perkataan orang
tuannya.

“By the way. kalo difikir-fikir, ini kaya
wawancara yak?”
“Kenapa, kok gitu?”
“Iyaaaa. Dari tadi aku menanyai kamu. tapi
kamu gak pernah nanya balik. hahahaha.”
Randu tertawa dengan apa yang dia katakan
sendiri.
“Ya ampunnn. Hahaha. maaf, aku lupa.
Keasikan. Lagian kakak kepo.”
“Udah sih. Biasa aja. kakak emang asik. Pfft.
Ahahaha”
“Dih, kepedean. Hahaha. Oke okee. Kakak
jurusan apa?”
Binar mata dan nadanya mengisyaratkan ada
ketertarikan disana.
“Kakak? Mmmm. TKR.”
“TKR apaan kak? Baru denger aku.”
“Tekhnik Kendaraan Ringan. HaHa”
Randu menjelaskan kepanjanganya sembari
tertawa meledek.
“Emang ada yah TKR?”
“Gak ada.”
“Terus? Aku dibohongingitu? Baru aja kenal.
Jahat. Hahaha.”
Mereka berbicara, tertawa, dan bercerita. Randu
mengintip dari balik jaketnya ke arah langit. Randu suka
hujan sore ini.

“Kakak anak Multimedia. MMD XI-2. Tanya aja,
semua orang kenal kakak kok. Hahaha.”
Ucap Randu, kembali dengan sifat ke-sok
kerenannya.
Senja abu-abu hari ini sangat Randu sukai.
Walaupun mendung, dan hujan deras. Selalu ada pelangi
hinggap di senja yang tak jingga itu~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teruntuk

Antariksa

Kemangi