Terluka
Siang sejuk ramai manusia.
Randu tengah berbahagia, karena nanti sore dia
dijanjikan oleh Rinjani untuk pulang bersama. Dia tak
henti senyum-senyum sendiri, kegirangan yang bukan
main. Bahkan ia tidak bisa fokus pada pelajaran yang
tengah ia geluti.
~
Waktu berganti sore, waktu itupun datang. Randu
menghampiri Rinjani yang duduk bersama kawan-
kawannya di saung bambu yang disediakan di dekat
gerbang sekolah.
“Jadi?”
Tanya Randu kepada Rinjani.
“Maaf, kak. Gak bisa kak, aku dijemput mama.
Lain kali deh, kita pulang bareng.”
Jawab Rinjani singkat, namun membuat sesuatu
yang sakit didalam dadanya. Sesak.
“Gapapa kan?”
Lanjut Rinjani memastikan bahwa Randu baik-
baik saja.
“Aelaaah. Santai ae sih. Ahaha”
Randu tertawa, seperti tak ada apa-apa.
Tak bisa dipungkiri bahwa randu cukup kecewa.
Tapi Randu tetap tersenyum pada Rinjani. Karena
tersenyum itu seperti memakai plester luka. Lukanya
tertutupi, tapi perihnya masih terasa. Begitulah
tersenyum.
“Yaudah, kakak pulang duluan yak. Kamu hati-
hati. Salam untuk mama.”
Ucap Randu sembari berlalu.
Randu yang gusar pun kembali menjalani hidup
seperti biasa. Sepulang sekolah, pasti menyempatkana
diri nongkrong di warung Si Umi. Mukanya ditekuk,
sangat kusut. Memang sudah kusut dari awal. Jadi makin
kusut.
“Sia kenapa?”
Tanya Dannis, sahabat Randu yang keturunan
Ambon-Garut.
“Gapapa, nis. Aing cuma merasa sudah pup, tapi
gak cebok”
Jawab Randu, membuat Dannis bingung.
“Ran, sia ngobat lagi bukan?”
Tanya Dannis, khawatir temanya minum narkoba
murahan. Dannis bingung, Rinjani juga. Bingung.
“Enggak lah, Nis. Aing janjian buat pulang
bareng, tapi gak jadi. Serasa makan tapi gak minum
aing. Udah janjian, tapi dianya malah dijemput
emaknya.”
Penjelasan Randu kepada Dannis.
“Aih. Ay now wat yu fil bruh :’)”
Tanggapan Dannis, sembari memeluk Randu.
“Hahahahahahahaha lebok sia. Mamam.”
Lanjut Dannis. Menepuk pundak randu dalam
pelukannya. Sembari tertawa. Memang, persahabatan
selalu bisa mengobati luka dengan luka.
“Hahahahahahahaha. Anjir sia, gak ada
prihatin-prihatin nya ama aing. Hahaha.”
Mereka tertawa lepas. Dannis menertawai Randu,
sedangkan Randu menertawai dirinya sendiri. Kemudian
datang satu orang lagi, sahabat Randu. Dia adalah,
Bhima Aria Dheva. Bimbim ini memang pakar dari
semua permasalahan hati wanita. Mahaguru Bimbim
sangat memahami masalah-masalah yang lumrah terjadi
diantara kisah percintaan remaja-remaja tanggung masa
kini.
“Mau gak sia, sia. Gak usah yak. haha?”
Bimbim menawari makanan berbumbu asin-
pedas yang digenggam tangan kirinya, cimol special
dengan bumbu cepat saji yang dia tuang dan takar
sendiri.
“Eh bim, sia kan pakar cinta heuh. Aing mau
nanya. Aing kan udah janjian heuh, buat pulang bareng.
Tapi, gajadi masa. Dianya di jemput sama ma. . . ma. . .
nya . . .”
Belum sempat Randu menjelaskan segala
masalahnya, Randu melihat pemandangan yang tak
biasa. Randu melihat Rinjani di bonceng naik motor.
Wajah Rinjani sangat cantik kala itu, apalagi waktu itu
Rinjani tengah tersenyum. Tapi bukan senyum itu yang
membuat Randu terpana, tapi Rinjani di bonceng pria
tampan berseragam SMA. Randu terpaku, terdiam. Tak
bisa berkata, tak bisa bicara. Hatinya terluka. La-gi.
“Bukanya itu Rinjani, Ran?”
Tanya Bimbim, kepada Randu.
“Itu mamanya? Kok cowok? Itu mamanya apa
cowoknya?”
Tanya Dannis pula kepada Randu, meminta
penjelasan.
*prok-prok- prok-prok- prok*
Randu tepuk tangan, dengan apa yang dia lihat.
Randu berfikir sudah tak ada lagi yang perlu ia jelaskan
kepada dua temanya. Sajian yang tadi mereka lihat sudah
cukup untuk menjelaskan bahwa Rinjani membatalkan
acaran pul-bar bersama Randu karena dia dijemput oleh
seorang pria. dan yang lebih membuat Randu terluka,
Randu dibohongi. Randu tak suka berbohong, dan tak
suka dibohongi.
~
“Hai, Rin."
Sapa Randu singkat, lewat Line messanger
miliknya.
“Iya, Kak. Apa? Maaf, aku baru bales. Tadi
mama ngajak makan dulu. Hehe”
Jawab rinjani menjelaskan. perihal pesan yang
sudah lama sampai, namun baru dia balas.
“Oh iya-iya. Hehe. Gapapa Rin. Btw, mama
kamu masih muda yah?”
“Ah, enggak kok kak. Udah lumayan berumur
kok, kepala 4.”
Jawabnya menjelaskan. Padahal semuanya sudah
jelas.
“Masih muda ih. Orang itu pake seragam SMA.
Hahahaha. Cowok lagi.”
Dibaca, namun tak dibalas.
“Nanti lagi. Kalo kamu dijemput sama cowok
kamu, bilang aja. Jangan bohong kayak gitu. Kakak
kaget, lho. Liat mama kamu itu cowok. Wkwkwk”
Randu mengirim lagi pesan.
“Iya kak, maaf.”
Balas Rinjani, entah apa yang ia fikirkan.
“Santai :)”
Obrolan online itupun berakhir singkat. Randu
masih merasa terluka karena dia tadi dibohongi oleh
Rinjani. Randu yang bosan mengambil buku kecil yang
sudah sangat usang. Pinggiran buku itu terlihat seperti
bekas terbakar. Ditulisnya didalam buku itu;
Aku suka caramu tertawa
Aku suka caramu tersenyum
Aku suka caramu menyapa
Tapi, aku tak suka caramu berbohong.
Randu
Randu saat itu sangat terluka sepertinya. Ia pun
mengambil gitar tuanya yang bermerk martin,
memainkan dan menyanyikan semua lagu galau yang
pernah ada. Randu lebay. Tapi, lebaynya Randu dari
hati~
Randu tengah berbahagia, karena nanti sore dia
dijanjikan oleh Rinjani untuk pulang bersama. Dia tak
henti senyum-senyum sendiri, kegirangan yang bukan
main. Bahkan ia tidak bisa fokus pada pelajaran yang
tengah ia geluti.
~
Waktu berganti sore, waktu itupun datang. Randu
menghampiri Rinjani yang duduk bersama kawan-
kawannya di saung bambu yang disediakan di dekat
gerbang sekolah.
“Jadi?”
Tanya Randu kepada Rinjani.
“Maaf, kak. Gak bisa kak, aku dijemput mama.
Lain kali deh, kita pulang bareng.”
Jawab Rinjani singkat, namun membuat sesuatu
yang sakit didalam dadanya. Sesak.
“Gapapa kan?”
Lanjut Rinjani memastikan bahwa Randu baik-
baik saja.
“Aelaaah. Santai ae sih. Ahaha”
Randu tertawa, seperti tak ada apa-apa.
Tak bisa dipungkiri bahwa randu cukup kecewa.
Tapi Randu tetap tersenyum pada Rinjani. Karena
tersenyum itu seperti memakai plester luka. Lukanya
tertutupi, tapi perihnya masih terasa. Begitulah
tersenyum.
“Yaudah, kakak pulang duluan yak. Kamu hati-
hati. Salam untuk mama.”
Ucap Randu sembari berlalu.
Randu yang gusar pun kembali menjalani hidup
seperti biasa. Sepulang sekolah, pasti menyempatkana
diri nongkrong di warung Si Umi. Mukanya ditekuk,
sangat kusut. Memang sudah kusut dari awal. Jadi makin
kusut.
“Sia kenapa?”
Tanya Dannis, sahabat Randu yang keturunan
Ambon-Garut.
“Gapapa, nis. Aing cuma merasa sudah pup, tapi
gak cebok”
Jawab Randu, membuat Dannis bingung.
“Ran, sia ngobat lagi bukan?”
Tanya Dannis, khawatir temanya minum narkoba
murahan. Dannis bingung, Rinjani juga. Bingung.
“Enggak lah, Nis. Aing janjian buat pulang
bareng, tapi gak jadi. Serasa makan tapi gak minum
aing. Udah janjian, tapi dianya malah dijemput
emaknya.”
Penjelasan Randu kepada Dannis.
“Aih. Ay now wat yu fil bruh :’)”
Tanggapan Dannis, sembari memeluk Randu.
“Hahahahahahahaha lebok sia. Mamam.”
Lanjut Dannis. Menepuk pundak randu dalam
pelukannya. Sembari tertawa. Memang, persahabatan
selalu bisa mengobati luka dengan luka.
“Hahahahahahahaha. Anjir sia, gak ada
prihatin-prihatin nya ama aing. Hahaha.”
Mereka tertawa lepas. Dannis menertawai Randu,
sedangkan Randu menertawai dirinya sendiri. Kemudian
datang satu orang lagi, sahabat Randu. Dia adalah,
Bhima Aria Dheva. Bimbim ini memang pakar dari
semua permasalahan hati wanita. Mahaguru Bimbim
sangat memahami masalah-masalah yang lumrah terjadi
diantara kisah percintaan remaja-remaja tanggung masa
kini.
“Mau gak sia, sia. Gak usah yak. haha?”
Bimbim menawari makanan berbumbu asin-
pedas yang digenggam tangan kirinya, cimol special
dengan bumbu cepat saji yang dia tuang dan takar
sendiri.
“Eh bim, sia kan pakar cinta heuh. Aing mau
nanya. Aing kan udah janjian heuh, buat pulang bareng.
Tapi, gajadi masa. Dianya di jemput sama ma. . . ma. . .
nya . . .”
Belum sempat Randu menjelaskan segala
masalahnya, Randu melihat pemandangan yang tak
biasa. Randu melihat Rinjani di bonceng naik motor.
Wajah Rinjani sangat cantik kala itu, apalagi waktu itu
Rinjani tengah tersenyum. Tapi bukan senyum itu yang
membuat Randu terpana, tapi Rinjani di bonceng pria
tampan berseragam SMA. Randu terpaku, terdiam. Tak
bisa berkata, tak bisa bicara. Hatinya terluka. La-gi.
“Bukanya itu Rinjani, Ran?”
Tanya Bimbim, kepada Randu.
“Itu mamanya? Kok cowok? Itu mamanya apa
cowoknya?”
Tanya Dannis pula kepada Randu, meminta
penjelasan.
*prok-prok- prok-prok- prok*
Randu tepuk tangan, dengan apa yang dia lihat.
Randu berfikir sudah tak ada lagi yang perlu ia jelaskan
kepada dua temanya. Sajian yang tadi mereka lihat sudah
cukup untuk menjelaskan bahwa Rinjani membatalkan
acaran pul-bar bersama Randu karena dia dijemput oleh
seorang pria. dan yang lebih membuat Randu terluka,
Randu dibohongi. Randu tak suka berbohong, dan tak
suka dibohongi.
~
“Hai, Rin."
Sapa Randu singkat, lewat Line messanger
miliknya.
“Iya, Kak. Apa? Maaf, aku baru bales. Tadi
mama ngajak makan dulu. Hehe”
Jawab rinjani menjelaskan. perihal pesan yang
sudah lama sampai, namun baru dia balas.
“Oh iya-iya. Hehe. Gapapa Rin. Btw, mama
kamu masih muda yah?”
“Ah, enggak kok kak. Udah lumayan berumur
kok, kepala 4.”
Jawabnya menjelaskan. Padahal semuanya sudah
jelas.
“Masih muda ih. Orang itu pake seragam SMA.
Hahahaha. Cowok lagi.”
Dibaca, namun tak dibalas.
“Nanti lagi. Kalo kamu dijemput sama cowok
kamu, bilang aja. Jangan bohong kayak gitu. Kakak
kaget, lho. Liat mama kamu itu cowok. Wkwkwk”
Randu mengirim lagi pesan.
“Iya kak, maaf.”
Balas Rinjani, entah apa yang ia fikirkan.
“Santai :)”
Obrolan online itupun berakhir singkat. Randu
masih merasa terluka karena dia tadi dibohongi oleh
Rinjani. Randu yang bosan mengambil buku kecil yang
sudah sangat usang. Pinggiran buku itu terlihat seperti
bekas terbakar. Ditulisnya didalam buku itu;
Aku suka caramu tertawa
Aku suka caramu tersenyum
Aku suka caramu menyapa
Tapi, aku tak suka caramu berbohong.
Randu
Randu saat itu sangat terluka sepertinya. Ia pun
mengambil gitar tuanya yang bermerk martin,
memainkan dan menyanyikan semua lagu galau yang
pernah ada. Randu lebay. Tapi, lebaynya Randu dari
hati~
Komentar
Posting Komentar